Bu, Semoga Suatu Hari Nanti Kita Bisa Serumah Lagi

27 November 2017. Tepat 18 bulan lalu, kita diam-diam saling menatap. Aku tertawa-tawa berusaha mengusir haru yang sebenarnya tak lagi terbendung. Berdiri takjub, masih tidak menyadari perpisahan menjelma nyata di antara kita.  
18 bulan lalu, kita saling melambaikan tangan seolah saling menyadari inilah perpisahan paling menyedihkan untuk waktu yang panjang.
Dan 18 bulan lalu, aku menjadi orang pertama yang memalingkan wajah saat kepergianmu, dan dalam kantuk pagi bening, aku berkata takzim dalam hati, "Sampai ketemu lagi, Bu."

18 bulan telah kulalui dengan gelombang yang luar biasa. Hanya kita yang mengerti betapa menyakitkan perpisahan itu. Aku, gadis 21 tahunmu yang pada saat itu menghabiskan setiap menitku dengan mengkhawatirkanmu di sana, merisaukanmu di penghujung malam, dan mencemaskanmu di sepanjang hari. Tanpa kusadari, bahwa aku seharusnya mengkhawatirkan diriku sendiri, siapa yang akan kujaga setelah kau dan Si Bungsu pergi, Bu? Tanpa tahu diri bahwa akulah yang sebenarnya harus dirisaukan, bagaimana jadinya aku tanpa sosokmu, Bu? Tanpa intropeksi diri, sesungguhnya aku yang pantas dicemaskan itu adalah aku; bagaimana kulalui hidupku nanti?

Bu, dalam banyak hal, kau adalah apa yang selalu ingin kujaga. Awal perpisahan kita, aku selalu dijejali beribu pertanyaan; bagaimana kau akan mengurus pindahan sekolah Si Bungsu? Bagaimana setiap pagi kau akan pergi belanja? Siapa yang akan menemanimu mencari hal-hal yang kau butuhkan? Siapa temanmu bercerita dan berkeluh kesah?

Bu, dalam hitungan waktu, aku telah terbiasa menjadi pelindung bagimu dan Si Bungsu. Tetapi, apa gunanya Hero di bumi ini jika tidak ada hal yang harus dilindungi?


Bu, terkadang aku merasa, kau pergi karena aku begitu menyusahkanmu dulu. Aku tidak akan sarapan kalau tidak dari suapanmu, padahal aku tahu kau sedang sibuk di dapur, atau menyiapkan makanan untuk Bapak. Aku tidak akan mau pergi sendirian untuk mengurusi keperluanku, padahal aku tahu kau sedang lelah dan ingin istirahat. Aku tidak senang jika sehari saja tidak membuatmu kesal, padahal aku tahu, kesalahannya ada padaku, tetapi aku yang akan merajuk dan tidak mau bicara. Lihat, kan? Betapa menyebalkannya gadismu ini. Apakah hal itu yang membuatmu pergi, Bu? Tapi ketahuilah, Bu, aku hanya ingin dekat saja denganmu.

18 bulan telah berlalu, Bu. Aku telah menyadari dan mempelajari banyak hal. Aku sudah bisa memasak, membereskan rumah, aku juga sudah bisa sarapan sendiri setiap pagi. Aku telah belajar bagaimana mengemas kecewaku menjadi energi positif untukku. Aku sudah belajar bagaimana ikhlas dalam setiap situasi. Aku sudah belajar bagaimana meramu sabar dalam setiap badai. Meski aku belum memiliki hati setabah hatimu, tapi bisakah sedikit yang kupelajari ini membuatmu bersedia kembali bersamaku, Bu?

Jarak ini telah mengajarkanku banyak hal, Bu. Ternyata jarak tidak hanya mengajarkan sebuah kerinduan. Aku baru menyadari betapa besar kekuatan jarak untuk proses pendewasaanku. Jarak telah mengajarkanku..... betapa sebuah kedekatan dapat terbentuk dari ribuan mil yang memisahkan kita. Betapa tabah begitu syahdu di pertigaan malamku dalam doa-doa yang kuperbincangkan dengan Tuhan. Betapa ikhlas dan sabar menjadi karib dalam nadi, ketika aku tidak mempunyai pilihan lain selain menunggu waktu untuk temu yang lebur dalam doa. Bu, meski sakit, aku tidak menyesali jarak yang memisahkan kita 18 bulan ini. Aku berterima kasih, jarak ini mengajarkanku banyak hal.

Tapi, aku membutuhkanmu agar aku bisa "berpulang". Aku merindukan waktu yang pernah kita habiskan bersama. Bu, dalam 18 bulan, ada banyak sekali hal yang ingin kuceritakan padamu. Gadismu kini telah bertumbuh. Ia mulai dilema menyoal pernikahan, ia mulai merisaukan bagaimana dirinya akan diterima mertuanya nanti. Ia mulai cemas kalau-kalau dirinya tidak bisa memasak untuk suaminya nanti. Ia mulai pusing membagi keuangan untuk mencukupkan kebutuhan rumah. Gadismu sudah bertumbuh, ia sudah berubah.

Bu, kalau ada waktu, bolehkah kau ajarkan aku memasak agar seenak masakanmu? Atau sekadar dengarkan cerita gadismu yang sedang merindukanmu ini? Atau kalau waktumu sedikit lebih banyak, Bu, bisakah ajarkan aku agar memiliki hati selapang dadamu, Bu?

Bagaimana jika kita menyusun ulang jadwal piket di rumah? Aku berjanji tidak akan bermalas-malasan seperti dulu. Aku bersedia memasak 5 kali dalam seminggu, mencuci baju kita semua, menyapu rumah setiap pagi (yang menyapu rumah sore hari, Ibu saja, ya? Akukan kerja), mengepel rumah setiap dua hari sekali. Tetapi yang mencuci piring, Ibu saja, ya?

Bu, semoga suatu hari nanti kita bisa serumah lagi.

Post a Comment

1 Comments

  1. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.name
    dewa-lotto.cc
    dewa-lotto.vip

    ReplyDelete