Cinta kan selalu abadi, walau takdir tak pasti
Kau selalu di hati, cinta matiku
Seraya aku berdoa, merayakan cinta
Kau selalu kujaga, sumpah mati~


Dan lagi-lagi aku jatuh cinta padamu dengan cara yang menakjubkan. Dengan aroma cokelat yang menguar dari gelasku, dan aroma latte yang manis dari gelasmu. Dengan suara keyboard ditekan beraturan, dengan tatapanku yang terfokus, dengan melodi keroncong yang selalu kauceritakan dengan penuh semangat. Yang menakjubkan adalah; aku mencintaimu tanpa interaksi di antara kita. Atau kita yang terlalu pintar menyembunyikan cinta ini?

Besok, bisa saja aku tidak mencintaimu lagi. Siapa yang tahu, bukan? Maka biar kulelapkan cinta hari ini, dan mari kita lihat bersama bagaimana besok; apa yang akan kaulakukan, dan mampukah kau membuatku jatuh cinta lagi. Kalau besok aku tidak mencintaimu, mungkin lusa kita bisa mencobanya lagi. Kita masih punya banyak hari, kan?


*

Hari ke-empat dan saya telat nge-pos! Maklumlah, ya, habis kencan. Jadi saya baru sempat nulis. *pamer* *ditendang se-lini massa* xD 
Jadi, mari kita lihat list pertanyaan di hari ke-empat ini.


4. Tanpa menyebutkan namanya, coba ceritakan bagaimana pertemuan pertamamu dengan si dia?

Pertanyaan keempat mulai curcol-an lagi ya kan, Pemirsah! Sejujurnya ini pertanyaan yang paling membuat saya malas(?) Hahaha
Tetapi baiklah, karena saya sudah menabahkan hati 10 hari ini untuk ikutan challenge, biar coba saya jelaskan bagaimana pertemuan pertama kami. Tapi, jangan ngiri, please! Jangan diabetes juga, ya! 


Senja selalu mengingatkan kita untuk pulang, mengajari kita untuk ikhlas, memberikan kita sedikit pengharapan--sebab segala yang berlebihan akan mengundang kecewa yang berlebihan pula. Dan di sana, hujan masih saja gerimis. Dan entah kenapa, tatapanku tertuju pada seorang lelaki yang berdiri di pintu boarding room

Harus kuakui, tatapannya benar-benar teduh. Wajahnya amat tenang dan sepertinya begitu juga dengan dirinya (hal ini terbukti saat ada seseorang yang tiba-tiba marah-marah dengannya tanpa kutahu sebabnya apa, dan dia dengan senyum yang tenang, ekspresi yang menenggelamkan, dia menghadapi segalanya seolah tidak ada kejadian apapun. Nada suaranya pun amat tenang). Dan jujur saja, aku langsung berharap bisa satu pesawat dengan lelaki itu. 

Detik-detik membosankan selesai. Panggilan penerbanganku menggema. Langkahku segera menuju gate. Dan seperti biasa, selalu ramai, tatapanku lengah, dan aku kehilangan lelaki itu. Aku menyusuri peron dengan sedikit kecewa. Lelaki itu tidak kutemukan juga. 

Pramugari menyambutku dengan senyum--yang dipaksakan. Barangkali semalam ia habis bertengkar dengan pacarnya, atau jam tidurnya kurang, atau dia belum sarapan. Entahlah, aku tidak tahu dan tidak akan mencoba mencari tahu. Setelah ia memeriksa tiketku, aku berjalan menuju nomor kursiku.

Hobiku membawa ransel kemana-mana masih terbawa hingga sekarang. Alhasil, aku sedikit kesulitan saat memasukkan ranselku ke dalam bagasi--ransel ini benar-benar berat! Berulang kali aku mengutuki kebodohanku yang meletakkan barang terlalu banyak di dalam ransel. 

"Bisa, Mbak?"

Sebuah suara muncul dari belakangku, dan tanganku bersambung dengan tangan yang penuh dengan kehangatan. Ranselku berhasil masuk ke bagasi. 

"Terima kasih," ucapku seraya berbalik badan. Dan...... lelaki itu di hadapanku! Dengan jarak sejengkal. Semesta seolah-olah mendukung segala skenario dan membuatku mencair seketika. 

Lalu dia tersenyum dan duduk di belakangku. Bangkunya tepat di belakangku! 


*

Nggak, deng, itu barusan nipu. Saya ketemu dia itu nggak ada istimewa-istimewanya. Kebetulan satu organisasi, kebetulan dia orang yang paling saya benci saat itu, kebetulan dia menyebalkan, dan kebetulan dia adalah orang yang paling sering saya tentang. Ya, kebetulan juga tiba-tiba dia jatuh hati sama saya. Saya juga kemarin kebetulan aja, sih, kebetulan dia membuat saya nyaman dengan cara yang elegant. Iya, kebetulan aja. 

KEBETULAN....


*ngakak dalam hati dengan elegant*