surat untuk Dandelion


        

         Dear Dandelion,
         Aku hanya menyapamu di pembuka surat ini dengan dua kata ‘dear Dandelion’, dengan harapan kau akan baik-baik saja di sana dan menerima paketan dariku dalam keadaan sempurna saat aku membungkusnya. Kau lihat isi kotak itu?Aku mengirimkanmu seikat dandelion, lengkap dengan sepetak tanah dan rerumputan hijau yang menyeruakkan aroma musim semi.
    Bagaimana kabar dandelionku?Bukan kau, tapi, dandelion yang ada di kotak?Kau sudah memberikan mereka cahaya matahari dan air yang cukup, bukan?Biarkan mereka terbang, nantinya. Biarkan angin menggoda mereka, hingga mereka akan mengikuti anginnya. Tenang saja, nanti mereka akan hidup lagi di sepetak tanah yang lain. Tenang saja, aku menjamin itu.
        Sekarang, bagaimana keadaan Dandelionku? Iya, maksudku kau, Dandelion yang kucintai sejak dulu, sejak ia masih berupa serbuk hingga ia tumbuh menjadi bunga yang indah. Aku masih mencintai Dandelion itu, tak pernah berubah sedikitpun.Dan, masihkah Dandelionku memberikan kehidupan baru untuk sekitarnya? Seperti dulu, saat ia menghidupi sepetak tanah gersang di sebelahnya.
       Kau mau tahu bagaimana aku menciduk dandelion-dandelion itu dari tempatnya?Tapi berjanjilah kau takkan marah dan takkan kesal.Kau mau berjanji padaku?
    Dandelion tersayang, aku akan memulai ceritanya. Cerita saat aku memotong dan menciduk sepetak tanah yang ada dalam kotak untuk kuberikan pada Dandelionku yang tercinta.Kemarin, sesaat sebelum musim semi tiba, aku melihat serbuk-serbuk dandelion tertawa dan tersenyum di depanku.Mereka terlihat sangat riang.Padahal, yang kulihat adalah mereka dipaksa angina untuk mengikutinya.Mereka terlepas dari tangkainya, juga terpisah dari titiknya.Namun, mereka masih tetap tertawa dan tersenyum mengikuti angina. Padahal juga, mereka tidak tahu angin akan membawa mereka ke mana. Lalu, aku mulai teringat akan Dandelionku yang ceria.
      Aku mengikuti serbuk-serbuk dandelion yang beterbangan itu.Aku mengendap, bersembunyi dari satu pohon ke pohon lainnya, agar serbuk-serbuk dandelion itu tidak menyadariku.Tapi, beberapa dari serbuk-serbuk itu sempat memandangku.Dan kau tahu?Mereka diam saja, tidak menceritakan tentangku yang menguntit mereka kepada serbuk lainnya.
    Aku melanjutkan langkahku.Ternyata, angin bisa membawa serbuk-serbuk dandelion hingga sejauh itu. Aku melewati padang rumput yang luas hingga aku menemukan sebuah taman yang dipenuhi mawar. Kau tahu? Jarak dari padang rumput hingga ke taman mawar sekitar sepuluh kilometer! Sejujurnya aku sangat lelah, aku ingin istirahat.Namun, serbuk-serbuk itu tak mau menungguku.Lebih tepatnya, angin yang berhembus itu tidak mau kuajak kompromi, meski kakiku telah lecet.Aku juga sempat tertinggal jauh dari serbuk-serbuk dandelion.Aku terpesona saat menatap keindahan mawar.Tahukah kau??Taman mawar itu sangat indah.Di sekelilingku ada mawar.Di kiriku, di kananku, di depanku, di belakangku.Di mana-mana ada mawar dengan berbagai warna dan semerbak aromanya memenuhi penciumanku.Sejenak aku terlena, aku benar-benar terbuai.Lalu, aku kembali ingat pada Dandelionku.Aku teringat pada serbuk-serbuk dandelion yang sejak tadi kukejar.Aku ingat usahaku sejauh ini, dan takkan mungkin kulepaskan begitu saja serbuk-serbuk yang sejak tadi kuikuti.Maka aku segera berlari, aku kembali mengejar serbuk-serbuk tadi.Mereka masih terlihat di ujung mataku.Aku semakin menambah kecepatan lariku, aku tak mau kehilangan mereka.
      Aku berhasil.Aku kembali berada di belakang serbuk-serbuk dandelion itu, hanya beberapa meter di belakang mereka.Aku kembali berjalan, melangkah pelan dan mengendap.Aku berusaha tak menimbulkan suara.Meski beberapa kali aku menginjak dedaunan kering hingga menimbulkan suara gemeretak, tapi serbuk-serbuk dandelion tak menyadari itu.Kini aku berada di antara bunga-bunga anggrek dan tulip.Kau harus tahu betapa takjubnya aku menyaksikan keindahan tulip dan anggrek.Kuakui, tulip jauh lebih indah dari mawar.Aromanya juga jauh lebih menggoda daripada mawar. Belum lagi kelopak-kelopak tulip yang menjulang dari tangkainya, menyembulkan berbagai warna di sepanjang taman yang baru saja kujejaki ini. Ada beribu-ribu tulip dan anggrek di sini. Sesekali aku juga melihat setetes air yang mengalir dalam setiap lekukan kelopak tulip. Sesekali lagi aku mendengar gemericik air yang menetes dari ujung daun tulip.Semua nada-nada itu membuatku terpesona.Dan pandanganku sempat beralih kepada setangkai tulip yang sedang berusaha memekarkan kelopaknya.Aku menatap satu per satu kelopaknya yang mulai mengembang.Gerakannya sangat lambat dan aku begitu menikmatinya.Perlahan, dengan malu-malu, tulip itu berusaha membuka sedikit demi sedikit kelopaknya.Pelan dan sangat pelan hingga kelopak itu terbuka sempurna.Ia mekar!! Aku mencium aroma yang disebarkannya sejak pertama kali ia mencapai kesempurnaan mekarnya. Begitu menghipnotisku.Aku mengukainya.Lalu, sekelebat bayanganmu melintas di pelupuk mataku.Terlintas diingatanku. Dulu, aku juga pernah menyaksikan proses ini, bahkan lebih panjang dari proses tulip yang saat ini kupandangi. Dan lagi, aku teringat pada Dandelion tercintaku.
      Aku bangkit, menegakkan tubuhku yang sejak tadi bersimpuh demi melihat setangkai tulip yang mempesona ini.Aku mengedarkan pandanganku.Aku tak lagi menemukan serbuk-serbuk dandelion itu.Aku kehilangan mereka.Kakiku segera berlari ke arah yang tak kumengerti.Aku juga tak tahu harus mencari mereka ke mana. Aku kehilangan mereka!! Rasanya ingin kumaki diriku sendiri.Kubiarkan serbuk-serbuk itu pergi begitu saja hanya karena saat ini ada ribuan tulip dan anggrek yang jauh lebih indah.Aku tertunduk, diam. Menyesali kebodohanku.
     Aku mendengar suara tawa.Aku mendengar nyanyian serbuk-serbuk dandelion.Ya, itu memang suara nyanyian mereka.Aku mengenal betul bagaimana suara tawa hingga nyanyian para serbuk dandelion.Suaranya terdengar merdu.Perlahan, aku berlari, mengejar suara yang sejak tadi samar-samar menyapa telingaku. Semakin jauh aku berlari, semakin mendekati ujung taman tulip dan anggrek ini, semakin jelas suara nyanyian yang kudengar. Aku terus berlari meski napasku terengah-engah. Aku melihat ujung dari taman tulip-anggrek ini. Aku melihat akhir dari perjalananku menikmati tulip serta anggrek yang begitu indah ini.Aku menutup mataku dari semua godaan di depanku.Ya, kuakui tulip dan anggrek ini menjadi godaan terbesarku.Aku juga menutup telingaku dari rayuan para tulip, dan kufokuskan pendengaranku untuk menemukan sumber suara tadi, nyanyian-nyanyian serbuk dandelion.
   Aku kembali menemukan serbuk-serbuk dandelion itu.Aku berhasil meninggalkan tulip dan anggrek tadi. Di depan, kulihat padang rumput hijau yang sangat luas. Beberapa serbuk dandelion yang masih terbang terus melantunkan nyanyiannya.Beberapa lagi terlihat mulai mendarat di atas rumput hijau itu.Serbuk-serbuk yang menyadari keberadaanku sejak awal mulai mengintip ke belakang.Tersenyum padaku dan melanjutkan nyanyiannya.Kulihat mereka masih terus terbang mengikuti angin.Aku semakin lelah.Kakiku sudah terluka parah, di sana-sini juga lecet.Napasku tersengal, paru-paruku terasa sesak.Namun aku tak menghentikan langkahku.Terus kuikuti serbuk-serbuk terakhir yang masih melayang di udara dengan langkah tertatih.
    Langkahku terhenti saat serbuk-serbuk dandelion itu terhenti.Mereka berputar-putar di udara, mereka menari.Aku bersembunyi di balik pohon pinus, aku tak ingin mereka menyadariku.Aku terus memantau mereka yang sedang menari dengan riang. Kembali aku teringat akan Dandelionku tersayang. Kembali terputar di memoriku tentang senyum dan tawa Dandelion tercintaku.
      Lalu, serbuk-serbuk dandelion itu luruh ke padang rumput, terjatuh, setelah mereka letih menari di udara. Mataku terus menatap serbuk-serbuk dandelion yang terjatuh.Suara tawa mereka masih terdengar jelas di telingaku.Perlahan, gerimis mulai turun.Bukan hujan yang deras, hanya gerimis kecil untuk membasahi rerumputan ini.
    Suara tawa serbuk-serbuk dandelion semakin terdengar jelas.Mereka begitu riang.Sepertinya, mereka bahagia dengan turunnya gerimis. Ah, lagi-lagi aku teringat Dandelionku, yang selalu tersenyum saat gerimis turun.
    Seharian lebih aku bersembunyi di balik pohon pinus ini.Gerimis tak juga reda.Aku mulai kedinginan, hingga aku terduduk di atas rerumputan yang basah ini. Entah berapa jam aku tertidur di sini. Saat aku terbangun, matahari terasa sangat hangat.Aku mencium semerbak musim semi yang begitu menenangkan.Baju basahku juga sudah kering.Aku kembali mengintip dari balik pohon pinus ini. Tahukah kau apa yang terjadi? Ya, serbuk-serbuk dandelion yang tempo hari kuikuti, kini menghilang.Tidak, serbuk-serbuk itu tidak hilang.Mereka tumbuh menjadi bunga dandelion yang indah.Mereka ada banyak.Padang rumput yang tadinya hanya berwarna hijau, kini didominasi oleh warna putih dandelion.Beberapa ada yang terlihat berwarna kuning dan biru, meski tidak banyak.
      Dandelion tersayang, sebuah pertanyaan muncul di benakku.Sepanjang inikah jalan hidup yang harus kautempuh?Maksudku, aku mengikuti serbuk-serbuk dandelion itu dari rumahku. Aku berjalan melewati padang rumput hijau hingga aku tiba di taman mawar. Aku berlari mengejar mereka sampai langkahku kembali terhenti di taman tulip dan anggrek itu. Dan kini, aku tiba di padang rumput lagi, kulihat mereka butuh gerimis dan sinar matahari untuk menjadi bunga. Sepanjang itukah perjalanan hidupmu juga?
    Saat memikirkan hal itu, aku sadar betapa aku mencintaimu.Meski aku sempat tergoda di perjalanan tadi.Kini aku tahu, hidupmu jauh lebih sulit dari godaan yang kutemui di perjalanan tadi.Dandelion-dandelion itu terdengar sedang bernyanyi. Maka aku memotong rerumputan hijau di sana hingga berbentuk persegi, seukuran dengan kotak yang kupunya. Aku menciduknya dari sana, tentu bersama akar-akarnya, aku tak ingin mereka mati. Lalu, aku meletakkannya ke dalam kotak bersama sepucuk surat yang kutulis ini. Semoga dandelion-dandelion ini bisa mengobati kerinduanmu padaku.
      Kini, di padang rumput itu ada sepetak tanah yang tak lagi berwarna hijau. Tapi aku yakin, sebentar lagi serbuk dandelion lainnya akan menghiasi sepetak tanah itu. Aku yakin.Dan dandelion yang kini bersamamu, itu tanda kerinduanku padamu.Semoga bisa mengobati kerinduanmu pula.Biarkan mereka menjadi bagian dari hidupmu, karena aku, pengirim dandelion-dandelion itu, tak pernah bisa menjadi bagian dari hidupmu, Dandelionku tersayang.Aku mencintaimu.

Salam,

angin-yang-lain

Post a Comment

0 Comments