You and me
we made a vow
For better or for worse
For better or for worse
Sontak Si
Lelaki terjerembab dalam visualisasi kenangan yang menyakitkan. Ia ingat, ingat
dengan jelas tentang sumpah yang diucapkannya bersama Si Wanita yang
dicintainya selama bertahun-tahun belakangan.
“Aku bersumpah akan selalu mencintaimu…”
“Aku bersumpah akan selalu
menjagamu.”
Si
Lelaki akan selalu mencintai Si Wanita dan ia akan selalu menjaganya. Tidak. Si
Wanita tidak butuh penjagaan darinya, karena bukan hanya dia yang menjaga Si
Wanita.
I can't believe you let me down
But the proof is in the way it hurts
But the proof is in the way it hurts
Suara
tawa Si Wanita begitu mempesona. Lalu bibir yang merekah itu disambut dalam
sebuah kecupan, yang berujung pada ciuman yang terlihat amat nikmat. Ya, ciuman
yang dulu juga dilakukannya bersama Si Lelaki.
Lengan indah
Si Wanita merangkul leher Sang Lelaki dengan mesra, bergelayut dan berkisah
tentang cinta.
“Kau
lihat? Kau bukan satu-satunya yang ia cintai. Kau lihat apa yang dilakukannya?”
lirih, suara bisikan itu datang bagai desingan panah yang amat menyakitkan. Berbisik
bersama angin, menyakitkan hati Si Lelaki.
Si
Lelaki, ia kecewa.
Detik selanjutnya
yang dilihatnya, Si Wanita itu sudah berada dalam gendongan Sang Lelaki. Dengan
langkah mantap dan suara tawa yang renyah, mereka melangkah, membuka pintu
kamar dan masuk. Selanjutnya, Si Lelaki dapat membayangkan apa yang terjadi.
Si
Lelaki, ia menutup pintu depan apartemen si wanita.
****
But when you call me baby
I know I'm not the only one
I know I'm not the only one
“Sayang,
apa kau merindukanku?” Si Wanita melingkarkan tangannya di leher Si Lelaki.
Si
Lelaki tersenyum. “Tentu.”
Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari Tiket.com dan nulisbuku.com #TiketBaliGratis.
0 Comments