Yang Asing, Akan Kembali Menjadi Asing

"Awalnya 'asing', akan berakhir sebagai yang 'asing' pula..."

Akhir-akhir ini aku kembali teringat akan malaikat yang dulu selalu seliweran(re:wara-wiri) di hari-hariku. Seorang malaikat yang akan seterusnya kuanggap seperti itu, yang tanpanya dan semua tuntutannya, mungkin aku nggak akan jadi seperti sekarang ini. 

Apa kau tahu? Sebelum kau menjadi siapa-siapa di kehidupan seseorang, kau adalah sesuatu yang 'asing' untuknya. Dan apa-apa yang berasal dari asing, tinggal menunggu waktunya untuk menjadi asing lagi. Menjadi seseorang yang berarti di kehidupan orang lain, bukan selamanya posisi itu ada untukmu. Anggaplah kau bisa baik-baik saja dengannya, tetapi ketika ada hal yang belum selesai (dan mungkin tak akan pernah selesai di antara kalian), tinggal hitung waktu untuk menjadi asing kembali.

Dulu, aku hanya orang asing untukmu. Hingga saat kau berusaha agar aku peduli tentangmu, yang berlanjut pada malam-malam panjang cerita kita, lalu kau menjadi malaikat yang menyelamatkanku pada waktu itu. Setelah aku menjadi siapa-siapa di hidupmu, dan kuberi kau tempat yang tertinggi di hidupku, kau mulai menarik diri. Entahlah, rasanya sangat lucu saat mengingat bahwa kau selalu datang dan pergi sesuka hatimu. Kau selalu datang di saat keadaanku tidak baik, dengan pertanyaanmu yang selalu menenangkan; "kamu kenapa?". Setelah aku menjelaskan, setelah kau menasehati, memberi solusi, dan menenangkanku--seolah kau meminjamkan kekuatan untukku melalui keadaan itu, kau pergi lagi. Menghilang dalam bayangan kenangan. Dan apa yang bisa kulakukan? Aku hanya bisa menunggu. Menunggu dengan terus berusaha membuatmu bangga, dengan harapan penuh kau akan segera menghubungiku.

Masa-masa itu berlalu secepat pertemuan kita tahun-tahun yang lalu. Aku yang dulunya asing kembali menjadi asing bagimu. Pada satu fase kehidupan, kau menunjukkanku betapa kau ingin kau memiliki tempat di hidupku. Fase selanjutnya kau memperlihatkan padaku bahwa kau begitu berarti dan aku terlalu bergantung padamu. Fase yang lain pun datang saat kau seolah ingin membuatku membencimu. Tetapi kau tahu dengan jelas, aku tak pernah bisa membenci. Tak pernah.

Tapi yah, sesakit apa pun itu, aku tak pernah menggantikan posisimu--lebih tepatnya posisi seperti itu telah kuhapus dari hidupku. Apalagi yang kuharapkan sekarang? Tak ada. Bahkan jika kukata aku begitu merindumu, pun tak ada hal yang bisa kulakukan selain membaca ulang pesan-pesan kita yang lalu, yang berisi ribuan kenangan dan segala fase yang terlewati; hingga fase saat aku kembali menjadi asing di hidupmu.

Biar kuperjelas proses bagaimana yang 'asing' pada akhirnya menjadi 'asing' pula. 

Pernahkah kau lihat tetes hujan? Kau tahu darimana ia berasal? Ya, dari awan mendung. Tetes-tetes air itu jatuh, meresap ke dalam bumi, mengalir di sungai-sungai, terus mengalir ke hulu, dan akhirnya menyatu di laut. Tetes-tetes yang terpisah jauh, pada akhirnya berkumpul di laut pula, meski tak semuanya. Lalu, udara yang begitu panas akan membuat air laut menguap, membentuk awan mendung, dan kembali luruh ke bumi sebagai tetes hujan. Kau lihat? Segalanya akan kembali seperti awal.

Masalahnya, terlalu banyak orang yang tidak menyadari tentang asal muasal ini. Kebanyakan mereka yang mengeluh dan mengutuk orang-orang yang pada akhirnya menjadi asing dengannya. Padahal, ya memang begitu hukumnya, yang asing akan kembali menjadi asing, tetes hujan akan kembali menjadi tetes hujan, meski sepanjang apa pun proses dan perjalanannya, walaupun seindah apa kenangan yang tercipta nantinya. 

Aku merindukanmu. Apakah kau masih mengingatku meski sesaat? Meski hanya sekali? Atau hanya sekejab? Setelah kalimat 'maaf'' terakhir kita dulu. Aku benar-benar kehilangan jejakmu setelah malam itu. Hanya tiga kali setelah malam itu, aku melihat update-anmu di sosial media. Hanya tiga kali. 

Rasanya terlalu lucu untukku. Semua hal itu terjadi begitu cepat menjelang malam terakhir di mana kau--dan aku--memutuskan untuk menyudahi segalanya meski tanpa kita ungkapkan apa pun, meski tanpa penjelasan apa pun. Cukuplah kata 'maaf' dan sikap dinginmu yang menyakit menyakitkan itu menandakan bahwa sudah saatnya segala hal yang tak pernah kita ungkapkan berakhir.

Kau masih sempat berkata rindu, kau masih sempat menghilang berminggu-minggu, kau masih sempat kembali datang dan bertanya 'kenapa' saat aku tidak baik-baik saja, kau masih sempat memberiku 'selamat' untuk keberhasilanku, kau masih sempat menasehatiku, kau masih sempat tertawa denganku, dan kau masih sempat memberiku waktu untuk merindumu dalam diam. 

Sebelum semuanya berakhir....

Apakah aku bersedih dan menyesal untuk segalanya? Apakah aku sakit ketika aku tahu akhirnya aku kembali menjadi asing untukmu? Ya, aku bersedih karena akhir ceritanya harus seperti ini. Aku sakit ketika aku menyadari mau tidak mau aku harus dicampakkan. Aku sakit saat aku harus terima tak ada ending yang lebih baik daripada ini. Tapi aku tak pernah MENYESAL. Aku tak pernah menyesal untuk setiap waktu yang menjadikanku berarti di hidupmu. Aku tak pernah menyesal untuk detik yang berlalu, yang menjadikanku kembali asing untukmu. Aku tak menyesal, telah lancang menyimpan perasaan itu untukmu. 

Sebentar lagi aku akan sidang, lalu aku akan wisuda. Ya, meski saat ini aku masih malas-malasan mengerjakan Tugas Akhirku, tapi jauh di dalam hatiku aku hanya sedang bingung. Aku yang tak ingin berusaha terlalu keras, karena itu hanya akan mengingatkanku padamu. Tapi, hasilnya sangat mengecewakan seperti ini saat aku bermalas-malasan.

Sebelum-sebelumnya aku berulang kali bertanya padamu, "bagaimana jika aku tak berhasil meraih cum laude? Karena itulah kemungkinan besar yang akan terjadi."

Dan berkali-kali kau tegaskan padaku, "melihatmu cum laude, tentu aku sangat senang. Tetapi kalaupun kau tak bisa, aku sudah tahu bagaimana usahamu. Dan itu tak akan mengecewakanku."

Sebenarnya aku hanya ingin bertanya kabarmu dan keluargamu. Tapi aku tahu itu tak mungkin lagi. Aku hanya menunggu, tanpa bisa berharap apapun. Jaga kesehatanmu. Semoga anak-anakmu kelak menjadi sosok yang jauh lebih membanggakan. 

Post a Comment

0 Comments