Minggu Pagi di Penghujung September,

Minggu pagi di penghujung September,
aku bercerita tentang luka yang kembali hadir secara tiba-tiba. Ah, aku harusnya tahu tak ada yang tiba-tiba tanpa sebuah proses panjang. Hari ini, aku disadarkan olehnya. Aku yang tidak menjaga dia yang telah menjaga hatinya untukku. Di pagi ini, aku mendapatkan eksekusi yang setimpal dengan proses yang kujalani.
Minggu pagi di penghujung September,
semuanya seperti mimpi yang masih tersisa di tidurku. Kehilangan itu jauh lebih menyakitkan daripada yang kubayangkan dan kutuliskan. Rasa sakit tetap saja menghantuiku sejak pertama kali ia mengatakan tak bisa lagi meneruskan hal ini denganku. Dan, melepaskanm.u jauh lebih berat dari apa yang kulepaskan dulu.
Minggu pagi di penghujung September,
aku ingin tertidur sampai nanti aku sadar bahwa kejadian ini cuma mimpi. Aku masih terlalu menyayangi untuk bisa menyadarkan diriku bahwa dia tak bisa lagi bersamaku. Masih teramat segar mimpi-mimpi yang dulu kubangun. Masih teramat jelas keinginan untuk bersamanya. Masih terasa hangat pelukan di pagi hari, kecupan di tiap aku akan menutup mata di malam hari. Tak akan ada lagi semua hal manis yang dulu terucap. Tak akan ada kesempatan untuk aku memperbaiki apa yang menjadi kesalahanku.
Minggu pagi di penghujung September,
lagi dan lagi, aku harus menyusun dan menata hati. Menyiapkan rencana untuk selanjutnya ke mana hidupku melangkah. Sayang, aku tak bisa lagi tetap berada di kota itu. Tak bisa lagi kutamatkan tujuanku ke sana. Tak akan. Aku tak mungkin sanggup berpura-pura di hadapanmu kalau aku tak pernah memiliki perasaan itu. Lelakiku, bahagialah! Berjanjilah hidupmu akan baik-baik saja. Dan aku, tak akan berjanji untuk hal itu. Setengah dari hatiku, akan hidup bersamamu.
Minggu pagi di penghujung September,
aku kehilanganmu, Kekasihku...

Post a Comment

0 Comments