Melodies For You - Part I




Melodies For You
#Song1 : Hujan Turun
Tak ada waktu tuk menjelaskan
Tak sangka ini kan datang
Tiap liku berbagi hidup
Sejenak melepas lelah
Kau tinggalkan diriku
-Sheila On 7 (Hujan Turun)-

Singapura, 01st of October 2013
        Jemari tanganku menyentuh kaca tipis yang berembun. Kedinginan segera menjalari setiap urat dan sarafku. Mengantarkannya hingga menyapa hatiku yang beku. Mati. Rinai hujan turun dengan derasnya di luar. Udara semakin dingin, ditambah dengan suhu AC yang tak juga kunjung menaikkan derajatnya.
        Aku menatap setiap tetes air yang jatuh ke bumi dari balik jendela kaca ini. Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 03.00 pm, namun aku masih betah di dalam kelas. Suasana juga mulai sunyi. Hanya ada aku dan beberapa mahasiswa lain yang masih betah menantikan hujan reda untuk bisa melangkahkan kaki menuju rumah.
          Track Sheila On 7 yang masih betah berdengung di telingaku menemani kedinginan sore ini. Pikiranku kembali teringat pada kejadian beberapa tahun lalu, saat aku masih terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi padaku dan hatiku.
        Suara gemericik hujan mengalun lembut menyempurnakan nada-nada yang dilantunkan Duta Sheila On 7. Aku memejamkan mata, menarik napas yang terasa berat, hingga menghelanya dengan sedikit rasa sakit yang berpadu pada CO2nya.
         Tempias air hujan menyisakan bercak-bercak bulir air pada kaca ini. Aku menyentuh satu per satu titik air yang menempel di kaca. Lagi, rasa dingin itu menusuk ke tulangku. Kedinginan ini nyata, senyata kerinduanku pada dia.
          Dua tahun aku meninggalkannya, bahkan memutuskan untuk hijrah ke negeri ini, dan aku tak berhasil melupakannya. Dua tahun aku menghirup oksigen yang baru, yang jelas berbeda dengan oksigen yang biasa dihirupnya, namun kenangan tentangnya masih saja berputar-putar di otakku. Aku sadar, yang kulakukan selama ini hanya menghindarinya, dan mematikan hatiku sendiri. Aku tak pernah berhasil menghapus perasaan ini.
      Namanya Danar. Aku biasa memanggilnya Kak Danar, lelaki yang entah sejak kapan bisa memberikan rasa nyaman untukku dan membuatku sukses merindukan setiap senti tentangnya.

Waktu hujan turun
Di sudut gelap mataku
Begitu derasnya
Kan kucoba bertahan

        Aku ingat kepergiannya saat itu, tepat ketika hujan turun dengan derasnya. Aku ingat setiap jengkal jarak yang berusaha diciptakannya untuk menjauhiku. Tapi, aku tak pernah ingat alasannya melakukan hal itu, dan apa kesalahanku hingga dia melakukan itu.
        Lelaki itu bagian dari hujan. Aku mencintainya bersama rinai yang hadir dengan kehangatannya. Membawa kesejukan, namun ia menghangatkanku.

****
        Kak Danar..

       Aku mengirimkan pesan itu untuknya. Sudah seminggu, ia tak pernah mengirimkan sebuah pesan untukku. Selama itu pula, ia tak membalas pesanku lagi. Mungkin aku akan mengabaikannya jika laporan pengirimannya bertuliskan “failed”. Tetapi, aku menjadi tak tenang karena aku masih membaca “delivered” pada setiap laporan pesanku.
       Lama. Bahkan sangat lama aku menunggu pesannya. Tak ada tanda-tanda positif akan responnya. Sudahlah, mungkin memang sudah melupakanmu, kataku dalam hati penuh putus asa.
      Tiba-tiba saja, sebuah pesan menggetarkan handphoneku. Dengan malas, aku membuka pesan itu, takut-takut ada tugas kuliah mendadak yang tidak kuketahui.

        Iya. Gimana kabar Tania?

          Aku tercenung lama, menatap pesan yang terpampang di layar handphoneku lekat-lekat. Berulang kali aku memastikan nama pengirimnya, dan hasilnya tetap sama, Kak Danar.
     Benarkah ini Kak Danar? tanyaku dalam hati. Aku menggelengkan kepalaku, berusaha memastikan kalau ini bukan mimpi. Dan memang bukan, ini kenyataan.
         Aku segera membalas pesan itu. Aku tak ingin membuatnya menunggu lama.
                 
         Baik, Kak. Kak Danar gimana kabarnya? Lama ya ngilang tanpa kabar :/
           
         Dag dig dug. Jantungku terus saja berdebar menantikan jawaban darinya. Cukup lama, namun aku tetap menantikannya.
               
         Kakak juga baik. Kamu baik-baik ya kuliahnya. Jaga kesehatan loh. Sekarang kan kakak udah gak bisa sering2 liatin kamu di sana. Di sini lagi banyak kerjaan.
           
         Deg.. Darahku berdesir membaca balasan pesannya. Dia masih saja peduli. Bagaimana mungkin aku berpikir dan menafsirkan sikapnya seminggu ini sebagai caranya untuk melupakanku? Jelas sudah, pesannya itu, dia sangat peduli.
               
          Iya, Kak. Kak Danar tenang aja :D Semangat ya kerjanyaaa
          Kapan kita ketemu lagi ya?
               
          Kutekan tombol send setelah meyakinkan diriku dan hatiku berpuluh-puluh kali. Aku merindukannya. Seminggu ini aku benar-benar minim kabar tentangnya. Aku ingin bertemu, meski harapannya sangat kecil.
       Satu menit, satu jam, hingga berjam-jam selanjutnya. Handphoneku sunyi. Tak ada balasan pesan darinya.
       Kilat saling menyambar. Gelegar petir memecahkan keheningan di kamarku. Hujan turun dengan derasnya. Dan kutahu, dia tak membalas pesanku.

****

Tak akan kuhalangi
Walau ku tak ingin kau pergi..

      Aku menatap layar handphoneku, memeriksa kontak satu per satu. Headset di telingaku masih mengalunkan lagu Sheila On 7 dari mp3 playerku. Tanganku berhenti mengutak-atik handphone. Mataku terpaku pada satu kontak yang sudah kudiamkan selama dua tahun. Aku menatapnya penuh ragu.
Kak Danar
085275241780

   Haruskah aku mengirimkan pesan kepadanya? Setelah dua tahun? Tapi, aku memang merindukannya, meski aku tak pernah menghalangi kepergiannya, meski harus menyisakan rindu dan tanda tanya besar di hatiku.

Bersambung..

Post a Comment

2 Comments

  1. Bagus ceritanya. Aku jadi penasaran sama lanjutan ceritanya.
    Cuma mungkin menurutku agak kepanjangan ya monolognya, jadi kesannya lambat :D
    Trus karena ini POV 1, aku maklum kalau ada banyak "ku", tapi kalau terlalu deket juga kayaknya nggak efektif, bisa salah satu diilangin kali ya (Mis : Track Sheila On 7 yang masih betah berdengung di telinga(KU) menemani kedinginanKU sore ini.)
    Selebihnya aku sukak!
    Kabarin next chapternya ya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaaakkkk!!
      Bicaaannnn!! XD Terima kasih sarannya :D
      Mbak bos Bican gag sadar penggunaan 15.00 WIB di situ?? X'D how I fool XD hahaha
      sudah diperbaiki :D jgn bosen ya baca lanjutannya :D

      Delete