Pagi ini, aku akan bercerita tentang
Raja Molor yang kukenal entah darimana. Ya, Raja Molor! Aku menemukannya di
sudut kota yang asing, bahkan aku tak ingat terakhir kali aku menjamah kota
yang berisikan dirinya itu. Kota, yang sejak dua bulan ini aku melihat gerimis
di sana, rintik yang selalu kurindukan.
Aku akan berkisah tentang Raja Molor,
yang temui di suatu hal yang berada di luar kendaliku. Siapa dia? Entahlah, aku
juga masih mencari berita tentangnya.
Raja Molor! Seperti itulah aku
menyebutnya belakangan ini. Ya, ketika ada seseorang yang menyebutku konyol,
atau gadis paling baik hati, yang kurasa dia akan protes keras dalam hatinya
ketika mengatakan itu. Sudahlah, aku takkan berprotes tentang hal itu.
Selesai, aku takkan bercerita tentang
Raja Molor itu lagi. Dia tak terdefinisikan kata-kata. Kupikir dia sama
konyolnya ketika dia mengatakanku konyol! Jelas saja, dia juga konyol.
Kini, aku akan bercerita tentang kota
yang mulai memanggil jiwaku untuk melangkah ke sana. Kota, yang pada awalnya
tak kutemui sedikitpun alasan untuk aku begitu ingin mendatanginya, bahkan
bermukim di sana. Hingga kemarin, beberapa pekan yang lalu, aku mulai menemukan
banyak alasan yang memanggil hatiku untuk hijrah ke kota itu.
Di sana, di Km 0, tepat ketika aku
menatap lekat sebuah photo yang berisikan sekelompok orang dengan senyum yang
mengembang, dan rintik gerimis yang mengguyur mereka. Gerimis! Hal itu yang
membuatku tertarik untuk ke sana. Sekadar datang yang mereguk malam hingga
rintik gerimis pergi meninggalkanku di sana. Dan aku akan merasa sepi, rintik
yang kucari telah pergi.
Di sana, di kota batik yang benar-benar
memanggil jiwaku. Ada seorang gadis yang dulunya pernah kukenal di kota ini,
sebelum akhirnya ia hijrah, pergi meninggalkanku. Hingga akhirnya aku sadar,
perpisahan itu memang harus, dan kupastikan pula aku akan menemuinya kelak
suatu hari nanti, dengan membawa gelar yang selama ini kukejar bersama mimpiku.
Seorang gadis, yang kini telah menyempurnakan mimpinya, nyaris. Di sana, dia
mulai mencintai hal baru, dia menyebutnya Pesiar!! Aku mulai suka dengan kata
itu, bukan karena aku ingin mengikutinya, tetapi aku senang karena kata itu
telah membahagiakannya.
Di sana, ada seorang gadis yang pernah
menatap kunang-kunang bersamaku, hingga dia pergi membawa semua kunang-kunang
itu. Jadilah aku mendapatkan gelar perindu kunang-kunang. Ya, aku merindukan
gadis yang mengenalkanku pada kunang-kunang di malam itu. Gadis yang kini telah
bahagia dengan Pesiarnya.
Hey, Pesiar!! Terima kasih, kau telah
membahagiakan gadis kecil yang dulu pernah merangkai mimpi dan angan yang
sejalan denganku. Aku akan menemuinya, kelak. Aku akan ke sana, ke kota itu,
hanya untuk mereguk kisah yang sudah sangat klasik ini. AKu merindukan gadismu,
Pesiar!! Sampaikan salamku pada gadismu itu, jika kau telah berlayar ke
pelabuhannya. Aku percayakan dia padamu, Pesiar!!
Dan kau, Raja Molor. Kita akan bertemu
di sana juga, bukan?? Kita akan tahu, seberapa konyol kita sebenarnya. Seberapa
pandai kita mencipta tawa di tengah kekesalanmu itu, hingga kau akan kembali
berucap bahwa aku gadis Konyol!! Ya, aku terima gelar yang kuberikan itu.
Selamat pagi menjelang siang, Raja Molor!!
Selamat pagi menjelang siang, pecinta
Pesiar!!
Selamat pagi menjelang siang, Pesiar
sahabatku!!
0 Comments