Perindu Kunang-kunang

      Aku mengenalmu, kurang dari sejam. Aku masih ingat, aku masih mengenang. Senja di penghujung harapmu, melepas jingga di tengah pengharapanmu, demi sepotong malam egoku. Aku masih ingat jelas senyum yang tersimpul di bawah senjamu, di bawah pengharapan besarmu akan hadirku. Aku masih ingat dengan jelas ketegaanku mengiyakan egoku untuk melepaskan harapmu, menghancurkanmu.
      Aku bukan tak menginginkan ini, bukan pula membencimu. Aku berharap kau ada di sana, bersama gemerlap kunang-kunang malam itu. Ketika angin malam mulai mencumbui setiap jejakan kaki liarku, menemukan jalan baru untuk kita cari akhir di penghujungnya.
      Aku juga terlalu sibuk, aku terlalu sibuk memikirkan ketakutanku. Aku takut kala rindu mulai menjamah relung hatiku. Aku ketika aku terbangun, aku tak lagi mendapati sosokmu di penghujung senja itu. Aku takut tatkala aku semakin merajut cinta untukmu, dan kau akan pergi bersama Jinggamu.
     Aku tahu, aku hanya Nitely yang merindukan kunang-kunang. Aku seperti perindu lainnya, aku selalu menaruh harap pada setiap kerlipan cahaya kunang-kunang, yang berterbangan mengepakkan sayap untuk merangkai kisah bersamaku. Jika saja, kau tahu apa yang ingin kukatakan.
      Aku tak membencimu, takkan pernah, pecinta senja. Aku mulai merasakan rindu ini, kala tak sepotong kabar pun yang mendarat di telingaku, tentangmu. Gelisah, mulai mengendap perlahan, menjamah mili demi centi di hidupku, mengukur ketakutanku akan kehilanganmu. Resah, telah sukses mengibarkan bendera kemenangan di hatiku, kala tak juga kujumpai jejak bayangmu di penghujung senja itu.
      Mengertilah, aku hanya Nitely, perindu setiap gemerlap kunang-kunang. Pecinta cahaya kecil nan sederhana di kegelapanku. Penikmat malam yang selalu saja dicumbui oleh anginnya yang manja, mengajakku bercinta dengan cerita kunang-kunang temaram.
         Apalagi yang harus kulakukan agar kelak kau mengerti kunang-kunang yang berusaha kutampakkan padamu? Haruskah aku berteriak hingga tenggorokan ini kehilangan melodinya? Sungguh, kau melodi di penghujung senja yang selalu menyemangatiku dan kunang-kunangku. Sayang, aku tak jua bisa menciptakan melodi kunang-kunang untuk penghujung senjamu.
        Aku Nitely, penabur mimpi indah dalam ketakutan tidur, meski terkadang aku tak pernah bisa menabur semua itu untuk diriku. 
       Aku Nitely, pecundang yang mencintai lelaki di penghujung senja, yang dengan bodohnya kubiarkan ia berlenggang pergi dengan Jingganya.
       Aku Nitely, perindu yang tak pernah padam hingga petang menjelang.

Post a Comment

0 Comments