Well—menanggapi statusku sekitar
sebulan lebih lalu tentang kecewa, sepertinya banyak melahirkan pertanyaan dari
beberapa pihak.
Mengapa ada kecewa?
Sebelum aku menjabarkan hal di
atas, aku mau ngebahas tentang “siapa yang berperan dalam kecewa yang kauterima”.
Bukan cuma sekali, aku berani bertaruh setiap manusia pasti pernah memaki dalam
hati atau menyalahkan orang lain atas kecewa yang diterimanya. Salahkah hal
itu? tidak, manusiawi. Tetapi, ada baiknya kita kaji lebih dalam peranan orang
lain terhadap kecewa yang kita terima.
Kita tahu, hal-hal yang berkaitan
dengan perasaan selalu melibatkan dua orang /kedua belah pihak atau lebih. Misal
saja; jatuh cinta, sedih, bahagia, kesal, marah, begitupun dengan kecewa. Saat jatuh
cinta, kita butuh orang lain juga untuk merasakan hal seperti itu, agar perasaan
itu memiliki hasil—yang mungkin disebut sebagai ikatan, entah pacaran, tunangan
atau pernikahan. Ketika sedih, kita butuh peran orang lain untuk bisa
merasakannya—entah melalui sikapnya yang membuat kita sakit hati, atau mungkin
Tuhan yang melakukan suatu Kuasa-Nya hingga membuatmu bersedih. Bahkan bahagia
pun, kita butuh peranan orang lain yang sengaja dikirimkan Tuhan dengan
kuasa-Nya agar membuat kita merasa bahagia. See? Perasaan tidak serta-merta terjadi karena
satu subjek.
Masalahnya, manusia seringkali
dibutakan oleh emosi sesaatnya, perasaan yang menggebu-gebu dan sikap gegabah. Manusiawi
memang, setiap manusia pasti melakukan hal seperti itu. Tetapi, kita juga bisa
lebih memanusiawikan hati dan diri kita dengan bercermin lebih jauh tentang
peranan orang lain dalam setiap ekspresi perasaan yang kita rasakan.
Hakekatnya, kecewa terlahir
karena ada pengharapan yang begitu besar di baliknya. Sayangnya, kita terlalu
dibuai oleh pengharapan-pengharapan yang selalu berisi keindahan—entah
keindahan yang terlahir dari imajinasi atau dari lanskap-lanskap yang diberikan
oleh si-subjek-lainnya. Harapan-harapan itu membuat kita berekspektasi tinggi
dengan tolak ukur yang ada di pikiran kita. Padahal, pikiran kita dan pikiran
orang lain nggak pernah sama! So,
sangat disayangkan sekali jika ekspektasimu terlahir berdasarkan pikiranmu
sendiri tanpa mencoba menilai seandainya ekspektasimu itu dipandang dari
pikiran orang lain—meski kutahu sangat mustahil bisa mengukur pikiran orang
lain, setidaknya hal ini sedikit membantumu menurunkan standarisasi
ekspektasimu.
Menjadi realistis dalam hal ini
bagus, supaya sedikit terhindar dari kecewa berlebihan. Kenapa realistis? Jadi,
segala keputusan selalu menghasilkan dua kemungkinan; baik atau buruk. Begitu pula
dengan pengharapan, bisa jadi berbuah baik atau berbuah buruk. Jika kau bisa
berpikir kedua kemungkinan yang akan lahir dari pengharapanmu, berarti kau
sudah tahu pasti kemungkinan terburuk jika pengharapanmu tidak sesuai
ekspektasi. Kau akan menerima pengharapanmu yang berbuah kecewa, ya moga-moga
kau cukup berlapang dada agar tidak begitu kecewa. Tetapi jika pengharapanmu
sesuai dengan ekspektasi, itu akan membuatmu lebih bersyukur dan mengingat
Tuhanmu (keyakinan kita boleh sama, tetapi urusanku dengan Sang Pencipta dan
urusanmu dengan Sang Pencipta tentu beda dong ya :p).
Kita seringkali lupa bahwa ‘realita’
dan ‘keinginan’ selalu punya tolak ukur masing-masing. Jika kau berada dalam
posisi pengharapan, maka kau dipenuhi keinginan-keinginan yang pasti kau
bayangkan akan menyenangkan hatimu. Sedangkan realita selalu mempunyai sejuta
cara dan seribu pertimbangan tentang keinginanmu itu. Tentu dalam hal ini,
tolak ukur keduanya berbeda jauh jika dipandang dari satu sisi.
Jadi, kecewa terlahir bukan dari
orang yang kauanggap sudah mengecewakanmu. Sejatinya, kecewa datang dari segala
pihak yang terlibat, termasuk dirimu sendiri. Bisa jadi kau yang terlalu
berekspektasi, atau dia yang terlalu merealita. Segala sesuatu yang ‘terlalu’,
tentu tidak akan bisa dipertemukan dan akan menghasilkan sesuatu yang ‘terlalu’
juga. Misal; terlalu kecewa.
Sah-kah jika kau kecewa? Sah-sah
saja! Tetapi kau salah besar jika kecewamu membuatmu berpikir hidupmu sesempit
daun kelor! (entah seperti apalah kecilnya daun kelor itu, aku pun tak tahu) xD
0 Comments