Pagi dan Embun



                Dear Embun,
                Bagaimana kabarmu di sana? Masih baik, bukan? Lalu, bagaimana hubunganmu dengan Evan? Kuharap baik!
                Maaf ya, aku terlalu cerewet di awal emailku ini. Terlalu banyak bertanya padahal aku sudah pergi tanpa berpamitan padamu. Aku teman yang buruk, bukan?
                Kau masih di sana? Di Negeri Tulip itu? Kapan akan kembali ke Italia? Sepertinya di Italia banyak yang merindukanmu, termasuk aku. Ya, aku sudah tidak tinggal di Italia lagi, aku pindah sejak setengah tahun lalu. Kau tahu hal itu kan?
                Maaf ya aku tak pernah cerita padamu. Aku pergi ketika hari pertunanganmu dengan Evan. Bukan maksud untuk mengecewakanmu, hanya saja aku merasa itu yang terbaik.
                Embun, kau tahu dimana aku sekarang? Nggak terlalu penting sih memang, tapi aku sudah cukup jauh, bahkan sangat jauh darimu. Berapa kilometer ya? Ratusan ribu mungkin. Entahlah, aku juga tak pernah mengukurnya secara langsung.
                Rachel, maaf, kali ini aku harus jujur. Bertahun-tahun menjadi temanmu, melewati masa-masa terindah hingga masa-masa tersulit denganmu, menyaksikan setiap perjuanganmu, setiap kekecewaan yang menderamu, setiap air mata yang mengiringi kisahmu dan setiap secuil semangatmu mampu membuatku berdecak kagum. Aku merasa istimewa bisa merasakan semua itu denganmu, bisa ada di hidupmu dengan kisah sepanjang itu.
                Menahun dan berbagai musim di Italia kita lewati. Aku temanmu dan kau temanku. Ya, aku tahu hal itu dan sangat menyadarinya. Kau selalu menjadi inspirasiku. Aku tahu bagaimana kau berjuang untuk bisa menjadi seorang pelukis seperti sekarang ini. Dan tahukah kau? Kau selalu hebat untuk setiap lukisanmu. Lukisanmu itu penuh kisah dan cerita, aku senang bisa menjadi setiap kisah dan ceritanya.
                Rachel, aku bingung harus memulainya darimana. Aku Jean, temanmu sejak kau SMP. Kita pernah berbagi tawa, canda, tangis, masalah, kekecewaan, harapan dan berbagai hal. Hingga aku mulai sadar, aku tak hanya ingin berada di sampingmu sebagai temanmu. Aku ingin menjadi bagian lebih dari hidupmu, yang akan menyaksikan setiap kisahmu hingga nanti, Tuhan yang akan mengakhiri kisahnya.
                Bermusim-musim kita lewati bersama, menyaksikan setiap perubahannya. Dan aku juga mulai menyaksikan perubahan rasa yang ada dihatiku. Aku mengagumimu, semangatmu, perjuanganmu. Hingga hatiku pun mengagumimu. Aku mulai tak bisa berada didekatmu dengan perasaan sebagai teman, aku mencintaimu.
                Kemarin, aku mulai mendengar ceritamu tentang Evan. Aku mendengar ada banyak cinta di dalam ceritamu. Bahkan, lukisanmu pun bercerita tentang dirinya. Harusnya aku bahagia, bukan? Aku temanmu, temanmu sejak bertahun-tahun lalu. Tapi sayangnya aku mulai cemburu, aku mulai tak bisa menerima ceritamu setiap kali cerita itu berisikan namanya. Aku menjadi sangat egois karena rasa cintaku ini. Aku ingin kau sadar dan mengerti, akulah pemuda yang bersamamu selama ini.
                Setengah tahun yang lalu, kau memberitahuku dan mengundangku untuk datang ke pertunanganmu. Harusnya aku datang menyaksikan kebahagiaanmu, bukan? Tapi, aku lebih memutuskan untuk pergi akhirnya.
                Aku ikut bahagia untuk pertunanganmu, walau caranya harus seperti ini. Ya, aku lebih memilih pergi untuk bisa merasakan kebahagiaanmu. Aku pergi tepat ketika hatiku tak bisa memahami posisinya sebagai temanmu. Aku memulai kisah kita sebagai temanmu, tapi aku tak bisa mengakhirinya dengan pertemanan itu. Itulah alasanku pergi.
Aku menyayangimu, Rachel. Aku memulai kisah kita dengan pertemanan, maka aku akan berusaha untuk mengakhirinya dengan pertemanan juga.

Salam Pagimu,

Jean

                Rachel terhenyak. Setengah tahun Jean pergi tanpa kabar dan kini ia kembali dengan email yang bercerita tentang fakta bahwa ia menyayangi teman kecilnya itu, Rachel. Jean adalah pagi indah yang selalu menyambut Rachel sebagai embunnya. Mereka pernah melewati banyak kisah di Italia. Di sepanjang tiang-tiang gagah Coloseum, di sanalah mereka pernah berteduh.
                “Kau bodoh Jean!” dengus Rachel kesal dalam hati.
                Rasa kesal itu bercampur dengan sedih dan pilu kisahnya. Tak dipungkirim, Rachel juga senang melihat secuil kabar dari teman kecilnya itu.
****
                Setengah tahun yang lalu, Rachel bertunangan dengan Evan, seorang pemuda berdarah Belanda.  Rachel memang mencintai Evan. Cintanya mulai tampak nyata saat Evan mengajaknya bertunangan.
                “Rachel, maukah kau bertunangan denganku?” tanya Evan yang bersimpuh di hadapan Rachel saat Festival Tulip Keukenhof., Lisse, Belanda. Di sanalah Evan mengajak Rachel mewujudkan cintanya.
                Senyum Rachel berbaur dengan ribuan tulip indah penuh warna. Angin musim semi yang menebarkan aroma khas tulip menjadi atmosfer cinta yang mengepung mereka. Rachel serasa meraih mimpinya.
                “Ya, tentu saja,” jawab Rachel penuh haru.
****
                Rachel mengabari Jean tentang rencana pertunangannya dengan Evan, dan di sanalah kehancuran hati Jean bermula. Jean shock, kecewa dan hancur. Hatinya remuk bersamaan dengan kabar yang diterimanya.
                “Benarkah? Selamat ya, aku senang mendengarnya. Akhirnya kau akan bertunangan dengannya,” ucap Jean ketika Rachel meneleponnya.
                Jean semakin menyadari bahwa hatinya tak bisa datang ke hadapan Rachel di tengah pertunangannya dengan membawa kenyataan bahwa ia mencintai gadis itu. Jean memutuskan untuk pergi dari Italia, ia tak ingin mengakhiri kisahnya bersama Rachel dengan status yang lain dan perasaan yang beda dari sekadar teman.
****
                Kepergian Jean yang mendadak dan tanpa kabar itu membuat Rachel benar-benar down dan merasa kehilangan. Jean tak tahu kebenaran yang terjadi di hari pertunangannya. Jean tak tahu bahwa pertunangan Rachel dan Evan batal.
                “Kau tak tahu betapa tersiksanya aku di sini. Bodoh!! Seharusnya kau mengatakan perasaanmu sebelum Evan menghancurkan hidupku. Kau bodoh!!” maki Rachel akan kebodohan Jean.
                Evan, calon tunangan Rachel meninggalkan Rachel ketika hari pertunangannya. Evan telah berselingkuh dengan wanita lain di belakang Rachel. Dan dengan alasan itulah Evan pergi di hari pertunangannya.
                Rachel benar-benar terpuruk di hari yang seharusnya menjadi hari penuh haru bahagia. Evan, calon tunangannya pergi meninggalkannya. Dan Jean, teman kecilnya pergi meninggalkannya hanya karena ia mencintai gadis itu.
****
                 Dear Pagi,
                Kau pergi hanya karena cintamu? Kau pergi dan membiarkan orang yang kau cintai menderita di sini tanpamu? Dan kini kau masih bertanya kabarku? Dasar, Bodoh! Aku buruk, aku buruk setelah kepergianmu.
                Evan, dia pergi meninggalkanku di hari pertunangan kami. Dia lebih memilih gadis yang selama ini menjadi selingkuhannya. Dia pergi di hari penuh mimpiku, dan kau juga melakukan hal itu. Lalu, apa bedanya kau dengan Evan? Tidak ada!!
                Kenapa kau tak pernah memintaku untuk menjadi kekasihmu? Jika aku tak bisa menerimamu, maka paksalah aku dengan cara apapun. Aku tak lebih baik bersama lelaki lain, Jean. Tak ada yang bisa mendengarkan kisahku hingga bermusim-musim seperti dirimu.
                Aku tahu, aku memang menganggapmu sebagai teman, dan hanya sebatas itu hingga aku tahu betapa aku membutuhkamu. Kau tahu? Apa yang dibutuhkan seseorang di dunia ini? Teman! Ya, teman. Hanya itu yang dibutuhkan manusia. Kau juga merasakannya, bukan? Kau bisa mencintaiku hanya dengan posisimu sebagai temanku, sedangkan Evan, dia tidak bisa mencintaiku dengan posisinya sebagai calon tunanganku. Mana yang lebih baik menurutmu??
                Aku masih di Belanda hingga sekarang. Alasannya tak lain dan tak bukan, aku ingin bisa menghadapi kenyataan ini. Aku ingin menerima rasa sakit dan kekecewaanku setengah tahun lalu.
                Kau selalu menjadi pagiku, pagi yang menyambutku sebagai embun. Semoga ada cerita yang lebih baik untuk akhirnya. Semoga saja Tuhan punya kisah lebih indah dari ini.
                Kau pergi ketika kau tak bisa bersamaku hanya sebagai teman. Kau pergi tepat ketika teman kecilmu ini tak mendapatkan sosok teman dari kekasihnya sendiri. Kau pergi ketika kau sadar bahwa aku membutuhkanmu..

Salam Embun,

Rachel

Post a Comment

0 Comments