12 Desember 2019
dan aku bangga bisa menonton film ini di hari pertama rilisnya. Why am I so
excited? Because this movie adapted from my favorite novel that written by
Tere Liye.
Baca juga : Review Film Knives Out
Baca juga : Kenapa Harus Menonton Film Rembulan Tenggelam Di Wajahmu?
Aku sebenarnya
bukan tipe orang yang terlalu suka membandingkan novel yang difilmkan, atau
sebaliknya. Percayalah, saat aku mencoba membandingkannya, aku akan
kecewa ketika melakukan salah satunya. But this movie the only exception.
Aku benar-benar ingin memastikannya.
Cover Novel |
Bukan rahasia
lagi kalau semua karya-karya Tere Liye yang selalu bercerita tentang kehidupan
tidak pernah gagal dalam membuat pembacanya tersentuh. Nilai-nilai kehidupan
yang selalu dikemas apik oleh Bang Tere sudah tidak bisa dipungkiri lagi.
Bahkan, konflik yang disajikan di setiap novelnya juga memiliki klimaks kuat, dan penyelesaian yang benar-benar meredakan klimaks tadi.
Rembulan
Tenggelam Di Wajahmu entah kenapa begitu memikat hatiku sejak pertama aku
melihat covernya dulu. Tentu novel ini bukan novel pertama karya Bang Tere yang
aku baca, tetapi aku harus jatuh cinta dengan cerita novel ini. Harus!
Film ini dibuka
dengan lanskap di mana Ray—tokoh utama di novel dan tentunya di film ini juga—terbaring
lemah di rumah sakit. Pembukanya sama persis seperti apa yang disajikan di
novelnya. Dan bagiku hal ini tentu bagus. Tentu aku akan sangat kecewa jika
bagian awal film ini tidak sesuai dengan ingatanku tentang bagian awal
novelnya. Hanya saja, sosok Ray di film ini agak lebih muda daripada yang
kubayangkan ketika membaca novelnya—urusan elu itu, Mut.
Sepanjang menonton
film ini, aku sebenarnya sudah tahu endingnya akan gimana. Siapapun yang
menonton film ini—yang sebagian besar bisa kupastikan adalah pembaca novelnya,
tentu sudah tidak akan penasaran dengan endingnya, atau menduga-duga dan
menebak-nebak. Untuk pembaca novelnya, ketika menonton film ini jatuhnya akan
seperti mencocokkan ingatan mereka tentang cerita di novelnya dengan apa yang
disajikan di dalam film. Hal ini juga berlaku untukku. Aku—yang sudah
bertahun-tahun lalu menamatkan novel ini, sepanjang menonton isi kepalaku berisi
kalimat-kalimat dan potongan-potongan lanskap yang kuingat dari novel, lalu kucocokkan
dengan yang disajikan di film.
Di sepuluh menit
pertama, aku masih belum menemukan chemistry yang kuat di film ini. Aku
rasanya hampir putus asa menonton film ini, dan pengen cepat-cepat
pulang ke Medan untuk membaca ulang novelnya. Tetapi lima belas menit
selanjutnya, aku mulai menikmati film ini. Sampai film selesai.
Awalnya aku agak
underestimate, tetapi akhirnya aku senang karena hal itu salah. Aku
berani memastikan film ini sangat lumayan untuk memenuhi imajinasi para pembaca
filmnya. Bagian-bagian terpenting dari keseluruhan cerita novel—sejauh yang
kutonton tadi—tidak dilewatkan sama sekali. Masa-masa sulit Rehan di panti
asuhan pertamanya, kehidupannya setelah meninggalkan panti, kehidupan di rumah
singgah, rencana pencurian berlian, hingga ketika Bang Plee menyerahkan dirinya
ke polisi untuk menyelamatkan Rehan. Bahkan, tokoh si kembar yang banyak bicara
itu juga persis seperti di novel. Bagian-bagian penting dari cerita tidak
dihilangkan, dan itu sangat bagus.
Tokoh &
Pemain
Ray dewasa
diperankan oleh Arifin Putra, yang kalau boleh kukatakan, sepanjang aku
menonton film ini, dia tidak memiliki porsi yang besar dalam ‘aksi’ sepanjang
film. Bisa dimaklumi mengingat Ray dewasa adalah sosok tua yang lemah dan
menunggu ajal, yang tiba-tiba didatangi seseorang yang tidak dikenali, kemudian
mengajaknya mengunjungi masa lalu untuk menjawab lima pertanyaan tentang hidup yang
selama ini menjadi pertanyaan besar Ray. Dan sebagai sosok yang minim ‘aksi’,
aktingnya baik sih dalam memerankan sosok yang dipenuhi putus asa atas hidupnya.
Bio One memerankan
karakter Ray ketika masih kecil. Dalam film ini, dia memiliki andil yang besar—yaiyalah
tokoh utama. Awalnya agak gimana gitu waktu menyadari dia yang memerankan Ray.
Sebab dia terlalu perfect dari segi wajah dari apa yang kubayangkan ketika
membaca novelnya -_- Tapi untuk aktingnya, aku harus mengakui dia berusaha memerankan
sosok Ray dan dia hampir berhasil. (Kira-kira hampirnya itu kayak gini, aku mau
kasih dia nilai 88, nah dia dapat nilainya 87,99. Jadi hampir 88 gitu -_-)
Fitri, perempuan
yang membuat Ray jatuh hati. Dan karakter ini diperankan oleh Anya Geraldine.
Dan sampai sekarang aku masih menyesali mengapa kakak selebgram ini yang jadi
Fitri :’)
Kemudian ada
Aryo Wahab yang memerankan sosok Bang Ape. Bang Ape ini pemilik rumah singgah
yang menjadi tempat tinggal Ray setelah dari panti asuhan. Walau singkat, Aryo
berhasil memerankan sosok Bang Ape dengan sangat baik. Sosok wibawa, penyayang
dan mengayomi itu benar-benar berhasil diperankan oleh Aryo. Sebagus itu aura
Aryo di film ini.
Terakhir ada
Donny Alamsyah yang memerankan karakter Bang Plee. Aku akan mengesampingkan
ekspektasiku kali ini. Aku harus mengakui Donny ini Bang Plee sekali seperti di
novel. Cuma ya… kalau baca novel kan
segala emosinya bisa digambarkan. Bedanya, di film ini aku hanya harus melihat
dan menikmati emosi yang tergambarkan di wajahnya.
Setting Lokasi
Dari keseluruhan
film, tempat yang sangat memorable dari novel dan benar-benar teradaptasi
dengan baik di film ini adalah Menara Air tempat Ray selalu memandangi
rembulan. Tempat yang selalu didatangi Ray ketika dia merasa lagi-lagi
kehidupan mempermainkannya. Dan di tempat ini pula pertanyaan kedua dari Ray
keluar.
“Apakah hidup
ini adil?”
Alur &
Cerita
Alur dari film
ini tentu mengikuti novelnya, alur flashback dan maju. Dan alur ini tidak
membuat ceritanya jadi sulit dipahami. Anak umur 10 tahun yang menonton film
ini juga akan memahami filmnya dengan mudah (meski belum membaca novelnya).
Apa yang
membuatku sangat menyukai cerita ini?
“Kenapa aku
diletakkan di panti ini?”
Itu pertanyaan
pertama Ray yang ditanyakan ketika dia masih di panti asuhan. Pertanyaan ini
dititipkan kepada Dihar untuk ditanyakan kepada Tuhan.
“Kamu diletakkan
di panti itu untuk melindungi Dihar. Bagi Dihar, kamu adalah penjaganya. Kamu
selalu menyelamatkan Dihar. Kamu penyebab Dihar mati, tetapi dia tidak pernah
menyalahkanmu. Dia bersyukur, dijemput oleh ribuan malaikat. Dan kamu membuka hati
Pemilik Panti melalui Dihar. Pemilik panti menyadari semua kesalahannya dan berusaha
menebusnya. Iya, Ray, Pemilik Panti yang membiayai perawatanmu dan mengirimmu
ke kota besar.”
Kurang lebih isinya gitu—plis jangan paksa aku meng-copy paste mentah-mentah. Lima pertanyaan di novel ini sebenarnya mewakili pertanyaan setiap orang pada umumnya. Pun aku, pernah mempertanyakan salah satu pertanyaan dari kelima pertanyaan ini.
Kita selalu bertanya-tanya
kenapa kita diletakkan di sini? Menjalani keadaan ini? Dan novel ini menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini dengan teramat baik, dengan cara yang membuat kita
menyadari bahwa selalu Yang Maha yang tidak akan pernah salah barang secuilpun.
Meski tidak
sekuat emosi ketika membaca novelnya, tetapi aku harus mengakui film ini
menguras emosi. Perasaan-perasaan yang dulu bermunculan ketika membaca novelnya,
seketika muncul kembali. Bagaimana Ray merindukan rumah singgah yang pernah
menjadi tempat terbaik yang pernah menjadi tempat tinggalnya. Bagaimana Ray
merasa kesepian dan bersalah setiap kali hidup membolak-balikkannya. Bagaimana
Ray merasa kehilangan setiap kali membaca potongan koran yang berisikan berita
kebakaran yang telah melenyapkan orangtuanya. Dan bagaimana Ray merasa bahagia dan
tenang setiap menatap rembulan—yang hal ini kutangkap sebagai rasa syukur yang
teramat sederhana, bahagia yang benar-benar sederhana.
Silakan ditonton
filmnya. Dan aku ingin memberitahukan kekecewaan terbesar kalian jika menonton
film ini : kalian harus bersabar menunggu part 2 nya.
“Bagian yang
paling kusuka, tentang cinta dan perasaan. Begitu spesial.” – The Unknown Man.
Overall
Overall, aku suka sama film ini. Dan tadi pas aku nonton, isi studio nggak lebih dari 20 orang. Bahkan mungkin nggak sampai 20 orang. How sad I am :(
Film ini bagus secara keseluruhan, isi ceritanya juga nggak diragukan. Kenapa yang menonton sangat sedikit?
Bahkan aku harus bilang film ini jauh lebih baik daripada film berlabel usia 13+.
Rating
Aku kasih 4,5 of 5 stars untuk film ini. Can’t wait
Part 2 😊
Sumber foto : IDN Times | Liputan 6 | Matamata.com | Republika |
3 Comments
Aku juga dri dlu nunggu² film ini. Tpi pas hari pertama liris, dan beberapa hari setelahnya aku masih belum sempat nonton. Trus pas belakangan ini mau nonton, aku kesulitan cari filmnya tayang dibioskop mana -yg dekat dari tmpatku tinggal- semua bioskop udaj aku cek, tapi ga ada di sana, so sad sih :( jadi aku sampe sekrng masih sangat penasaran, trus niat deh buat nunggu tayang ditv atau mungkin nnti ada di web film. :(
ReplyDeleteAku fans buku² tere liye, tapi kcewa sama diri sndiri karna ga bisa dukung film ini dengan menontonnya. :(
Hihi semangat nunggu part 2 nya Mbaakkk.. kalau udah baca bukunya, insyaaAllah mirip kayak di novel. tapi kalau mau nyaksiin langsung, tunggu di TV Mbaakk.. semangat yak :D
DeleteJOIN NOW !!!
ReplyDeleteDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.cc
dewa-lotto.vip