[REVIEW] -- Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

The Book
Judul: Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Penulis: Tere-Liye

Desain sampul: eMTe

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: 2012

Halaman: 264

ISBN: 978-979-22-5780-9

I rate it 4.5/5 stars

Okay, I gave 4.5 stars for this novel. Dua kali menyelesaikan novel ini dan selalu membuatku ingin membaca untuk ketiga kalinya. Mungkin, selesai membaca ketiga kalinya nantipun, aku akan tetap membaca untuk keempat kalinya (padahal masih ada 8 judul novel lagi yang belum kubaca). Kenapa aku begitu tertarik dengan novel ini? Oke, semua selalu ada dua kemungkinan.
Pertama : Ceritanya menyentuh, dan sangat jelas dikerjakan oleh tangan-tangan dan inspirasi yang berbakat.
Kedua : Aku tahu bagaimana rasanya berada di posisi Tania (tokoh utama) - maybe, aku juga berada di posisi yang sama *ups *abaikan.
Aku akan memulai review, simak ya :))
Dan karena aku sudah berikrar akan selalu menuruti kata-kata dia, maka saat dia mengusap rambutku malam itu sebelum pulang dari toko buku, dan berkata pelan: “Belajarlah yang rajin, Tania!”, aku bersumpah untuk melakukannya.
Sumpah yang akan membuat seluruh catatan pendidikanku kelak terlihat bercahaya. Sempurna! -Tania(page 33)
Tania adalah seorang gadis kecil yang tiga tahun belakangan ini kehidupannya begitu sulit, semenjak ayahnya meninggal. Ia, adik laki-lakinya yang bernama Dede, berserta ibunya tinggal di sebuah rumah kardus di dekat tempat pembuangan sampah, tepat di depan sebuah pohon linden yang berdiri kokoh dan indah menepakkan akarnya di tanah. Di tempat inilah semua ceritanya berasal, cerita tentang seorang malaikat yang datang menyelamatkan hidup mereka dan memberikan janji masa depan yang lebih cerah. Hidup Tania, beserta Dede dan ibunya. 
Tania dan Dede sehari-harinya bekerja sebagai pengamen. Dari satu bus hingga ke bus lainnya, begitulah mereka berjuang untuk mencukupi kehidupan mereka sehari-hari. Mereka sudah berhenti bersekolah sejak  tiga tahun lalu, sejak ayah mereka meninggal dunia. Suatu malam, saat Tania dan Dede mengamen di bus, tanpa sengaja Tania menginjak paku payung hingga paku itu menancap di kakinya. Dede hanya bisa meringis melihat kaki kakaknya yang tertusuk paku. Tania mencabut paku payung sambil menahan tangis. Saat itulah malaikat itu datang. Dia yang menolong Tania dan mengobati lukanya. Membersihkan luka Tania dengan sapu tangan putih miliknya. Dan memberikan uang sepuluh ribuan, untuk membeli obat merah, katanya.
Keesokan harinya, malaikat itu sengaja menunggu kedatangan Tania dan Dede. Pertemuan kedua itu yang membuat mereka saling mengenal. Namanya Danar, nama malaikat yang telah datang ke hidup Tania. Dia mendatangi rumah Tania dengan membawa keceriaan yang selalu mendatangkan semangat positif untuk Tania dan keluarganya. Dan dua minggu setelah pertamuan tak sengaja itu, Danar menyekolahkan Tania dan Dede. Saat itu, mereka berdua masih SD.
Usiaku menjelang sebelas tahun. Adikku enam tahun. Dan dia dua puluh lima tahun. Aku cemburu. -Tania(page 40) 
Aku masih terlalu kecil untuk mengerti perasaanku sendiri. -Tania(page 43)
Sejak saat itu, kehidupan Tania dan keluarganya membaik. Mereka tak lagi tinggal di rumah kardus, melainkan di sebuah rumah kontrakkan yang membuat Dede berteriak kegirangan. Dia memberikan modal kepada ibunya Tania untuk dijadikan modal berjualan kue. Dia memang sudah seperti malaikat bagi keluarga Tania. Membantu mereka tanpa pamrih. Menjadi bagian dari keluarga kecil Tania. Malangnya, Tania yang masih kecil menaruh perasaan lebih kepadanya. Bukan perasaan seorang adik kepada kakaknya atau perasaan seorang anak kepada ayahnya. Bukan pula perasaan menghormati akan apa yang dia lakukan terhadap keluarganya. Perasaan yang saat itu belum dimengerti Tania.

Bukan salah Tania jika ia menyimpan perasaan itu sejak ia berkepang dua. Juga bukan salah dia yang selalu ada dan hadir untuk keluarga Tania. Bukan Tania pula yang meminta perasaan itu hadir di hatinya. Tania juga sebenarnya tidak tahu perasaan macam apa itu. Ia baru menyadari rasa cemburu ketika ada seorang 'cewek artis' di samping Danar yang bernama Ratna.

Cerita semakin sulit ketika Tania tumbuh menjadi gadis yang cantik dan pintar, sesuai harapan Danar. Tania memang selalu berusaha mempersiapkan dirinya untuk merasa 'layak' mencintai malaikatnya. Berbeda dengan Tania yang selalu menerima cinta yang tumbuh dan mekar di hatinya untuk malaikat di hidupnya itu, Danar justru membuat Tania semakin bingung akan perasaannya. 
Tania kian mengubur dalam-dalam perasaan cintanya terhadap Danar ketika Danar memutuskan untuk menikah dengan Ratna. Tania sebenarnya tidak menyukai pernikahan itu, hingga akhirnya ia tidak datang ke pernikahan Danar.

Bagaimana urusan cinta Tania yang ruwet ini nantinya? Apakah dia bisa jujur pada Danar? Bagaimana pula perasaan Danar terhadap Tania? Baca sendiri, ya.

Ketahuilah… daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. –Danar(page 63)
Kisah ini berlangsung sekitar satu jam lebih. Jadi, ini benar-benar full flashback yang disajikan secara apik. Mas Tere-Liye mampu menyajikan kisah cinta yang berbeda. Tania yang mampu mengubah cintanya menjadi energi positif baginya hingga ia berhasil tumbuh menjadi gadis yang cantik dan pintar. Ia sukses dalam kehidupannya meski ia harus mengalami berbagai masalah yang pelik dalam hidup dan cintanya.
Mungkin kalian bertanya-tanya bagaimana mungkin Tania bisa mencintai pemuda yang usianya jauh di atasnya? Aku nggak mahir menjelaskan bagaimana pemuda itu. Dan awalnya aku juga berpikir 'bagaimana mungkin?'. Tetapi, sekarang aku mengerti mengapa hal itu bisa terjadi. Sosok Danar yang menyenangkan, menenangkan, rendah hati banget, ganteng, charming, baik, penulis novel. He's so perfect. Namun, di akhir ceritanya, tetap saja tidak ada manusia yang sempurna. Sesuatu hal membuat Danar terlihat begitu lemah.
“Kamu mungkin lebih cantik, lebih pintar daripada ‘cewek artis’ itu sekarang, Tania. Tetapi lebih cantik dan lebih pintar saja tak cukup untuk menarik perhatian cowok sedewasa dia. Kamu tetap remaja tanggung baginya. Remaja yang menyebalkan.” –Anne (page 124)
Aku recomended banget novel ini untuk dibaca. Ah, kini aku tahu bagaimana rasanya menjadi Tania. *ups curhat.
Prinsip hidup itu teramat lentur. Prinsip itu akan selalu berubah berdasarkan situasi yang ada di depan kita, disadari atau tidak. (page 144) 
Orang-orang yang sedang jatuh cinta memang cenderung menghubungkan satu dan hal lainnya. Mencari-cari penjelasan yang membuat hatinya senang. (page 166) 
Dalam urusan perasaan, di mana-mana orang jauh lebih pandai “menulis” dan “bercerita” dibandingkan saat “praktik” sendiri di lapangan. (page 174) 
“Kebaikan itu seperti pesawat terbang, Tania. Jendela-jendela bergetar, layar teve bergoyang, telepon genggam terinduksi saat pesawat itu lewat. Kebaikan merambat tanpa mengenal batas. Bagai garpu tala yang beresonansi, kebaikan menyebar dengan cepat.” –Danar(page 184) 
Bahwa hidup harus menerima… penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti… pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami… pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. -Dede(page 196)
Okay, for ending, aku akan menggambarkan Danar versiku (dikutip dari novel juga).
Danar. Pemuda dengan wajah yang menyenangkan. Suaranya yang begitu menenangkan. Matanya yang memancarkan cahaya yang mampu membuat Tania yakin. Pelukannya yang selalu menghangatkan Tania saat di bandara. Tangannya yang selalu bersedia menjadi pegangan bagi Tania. Janji kehidupan mendatang yang lebih baik, hingga membuat Tania bersumpah untuk selalu menuruti kata-katanya. Kebaikannya pada Tania. Kasih sayang dan perhatiannya.
Okay, siapa yang bisa menahan kagum pada pemuda seperti itu? Siapa yang bisa menyalahkan Tania kecil yang mencintai lelaki dewasanya?

thanks for visiting.
enjoy in my blog :))
jjkkkk

Post a Comment

0 Comments