“The silence isn't so bad, till I look at my hands and feel sad.
Because the spaces between my fingers are right where yours fit perfectly.” ― Owl City,
Ocean Eyes [Deluxe Edition]
Berulang
kali kita melewati waktu bersama. Aku pernah melihat senyummu, tawamu, kesalmu,
sedihmu, dan semua yang ada di hatimu. Berjam-jam kita lewati dengan cerita a
hingga z. Dengan tawa dan suaramu yang menenangkanku. Berulangkali aku menggembungkan
kedua pipiku karena kesal, dan saat itu pula kau mampu membujukku dengan
tingkahmu. Wajahmu begitu menyenangkan, bahkan di dalam khayalanku. Kata-katamu
begitu meneduhkanku. Lalu, apa salahku jika suatu ketika aku merasa begitu nyaman
denganmu?
Aku
berulang kali menatap kelelahanmu. Aku tahu, rutinitas di kantor membuatmu
begitu penat. Seandainya, jika kau tahu, aku, yang bukan siapa-siapamu, selalu
bersedia menyambutmu. Membentangkan kedua tanganku untuk menyambut
kepulanganmu. Kau boleh menyandarkan kepalamu dalam pelukku. Melepaskan segala
penat dan kelehanmu. Aku siap jika harus mendengar keluhanmu setiap malam. Mendengarkan
celotehmu tentang semua masalahmu. Aku sanggup, merelakan waktu tidurku hanya
untuk berada di sampingmu, memastikan kau baik-baik saja di sana, dan kau sudah
cukup siap untuk menyambut rutinitas besok.
Kau
selalu meminta senyumku untuk membayar lelahmu. Kau selalu tertawa setiap
berbincang denganku. Memang aku tak pernah menunjukkan reaksi apapun. Tapi, kau
harus tahu, hatiku lega, aku tersenyum dalam diamku mendengar gelak tawamu. Jika
saat itu, saat pertama kautersenyum, aku harus mengakui kalau akulah orang
pertama yang mengikuti senyummu. Jika saja kautahu, senyummu berarti segalanya
untukku.
Dulu,
senyumku selalu mampu dan sangat bisa membayar kelelahanmu. Dulu, kau selalu
mengusikku, menggangguku hingga aku perlahan mulai terbiasa dengan tingkahmu
itu. Dulu, kau selalu berkoar tentang kerinduan, yang perlahan mulai
menjalariku dan membuatku sering kali memperbincangkan rindu denganmu. Ya, itu
dulu.
Hari
ini, aku melihatmu pulang. Aku melihat guratan lelah di wajahmu. Wajahmu tetap
menyenangkan, semenyenangkan dulu. Tapi, guratan lelah itu, seolah mengusirku
perlahan-lahan dari hidupmu. Aku, yang bukan siapa-siapa untukmu, namun selalu
meluangkan waktu untukmu. Menyisakan ruang rindu untukmu, dan selalu menanti
ceritamu.
Hari
ini, kau tampak begitu lelah. Kau mengusirku, kau tak mempercayaiku lagi. Jika saja
kau tahu, hatiku meringis perih menatapmu saat ini. Aku merasa jauh lebih baik
saat dulu kau mengusikku, membuatku harus terbangun hingga larut untuk
mendengar ceritamu. Aku merasa begitu buruk ketika mendapati kepulanganmu,
namun aku tak mendapati dirimu yang dulu. Guratan lelah itu masih membekas di
wajahmu, meski aku telah menyodorkan sejuta senyuman untukmu. Aku tak lagi
mendengar gelak tawamu, meski aku berusaha mengajakmu berbincang dan
menghiburmu. Aku rapuh, aku teriris. Kau mulai menjauh, kau mulai merayap pergi
saat aku mulai terbiasa diusik olehmu. Lelahmu itu, keletihanmu itu, tak mampu
lagi kubayar dengan senyumanku. Tak ada lagi senyum yang menyambut senyumku. Tak
ada lagikah sisa cerita untukku malam ini??
Aku
merindukanmu yang dulu. Aku kehilangan sosok yang biasanya mengajakku
berbincang, mengajakku tegar melampaui semua masalah. Aku tak lagi memilikimu,
sosok yang membuatku selalu berusaha untuk menjadi lebih dan lebih lagi. Aku,
yang bukan siapa-siapamu, dan aku merasa kehilanganmu. Kau, tak bisakah kita
berbincang malam ini? Atau besok malam? Setidaknya kita berbincang, meski aku
melakukan kesalahan.
Jika
saja aku tahu salahku apa. Jika saja aku bisa membuatmu percaya. Jika saja
kautahu arti dirimu untukku. Jika saja kau tahu seberapa penting kau kuletakkan
dihidupku. Hari ini, ketika senyumku tak mampu lagi membayar lelahmu. Hari ini,
ketika jari-jemarimu tak memenuhi ruang di antara jemariku. Hari ini, aku,
hatiku, dan seluruh rinduku, hancur..
1 Comments
Senyum Juga sangat Bermanfa'at dalam Kehidupan, tak sedikit orang yang merasakan Manfaat Senyum Indah Kita.
ReplyDelete